21 Dec 24

Kerja di Jakarta


Sekitar awal tahun 2020 an, aku mulai kerja di sebuah perusahaan teknologi besar di Jakarta. Meskipun aku nggak tinggal di Jakarta ya. Kala ini lagi popular Work From Home. Sepertinya semua perusahaan menggembar-gemborkan bahwa mereka remote work friendly. Tidak terkecuali perusahaan tempat ku bekerja ini. Sekitar setahun aku bekerja jarak jauh dari rumah. Semuanya terasa indah, aku bisa kerja dari rumah, tidak harus merasakan hiruk-pikuk nya nya lalu lintas dan sesak nya udara Jakarta, Tetapi tetap mendapatkan benefit karyawan Jakarta.

Setahun berjalan dan perusahaan kemudian mewajibkan semua karyawan datang selama seminggu dalam agenda “Core Week” dimana semua karyawan berkumpul dan melakukan kegiatan perkerjaan secara offline di kantor, Terutama untuk rekan satu tim untuk mengenal satu sama lainnya. Dan kali ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Jakarta. Tak pernah terbayang di benakku suatu saat aku menjadi salah satu karyawan yang bekerja di gedung-gedung tinggi tersebut yang waktu kecil hanya ku bisa lihat dari cuplikan berita. Ini juga kali pertama aku makan-makanan mewah yang sebelumnya hanya ku lihat di film-film barat, steak.

Karena selain acara kerja bareng offline, tim juga diberikan dana untuk pergi makan-makan bersama.

Aku sangat produktif selama di Jakarta, aku mencoba transportasi publik nya, streetfood nya, dan juga beberapa tempat lain yang menurutku penting seperti Museum Nasional dan Kota Tua. Betapa pengalaman yang tidak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata.

Tapi ketika malam datang, aku harus kembali ke penginapanku yang agak jauh, mengerikan, dan dekat dengan tempat kumuh. Karena biaya akomodasi ditanggung masing masing. Jadi aku mencari penginapan yang ditempat dan kondisi seperti itu. Di situ aku sadar betapa mahalnya hidup layak di Jakarta. Tapi aku tetap merasa ini pengalaman yang sangat mengesankan dalam hidupku.

Dalam perjalananku pergi dan pulang dari kantor aku sering melihat banyak orang yang melakukan segala aktivitas rumahnya di jalanan, mulai dari mandi, mencuci, bahkan makan di jalanan. Lama lama ku jadi berpikir apakah disini tempat mereka tinggal? Apa mungkin mereka tidak lagi mempunyai tempat tinggal? Terasa kejam ya Jakarta hanya memihak pada pemilik modal. Warga kampung yang terampas dari kampung mereka sendiri harus tidur di pinggir jalanan. Padahal beberapa meter dari tempat itu ada gedung tinggi dengan lambang salah satu e-commerce terbesar di Indonesia. Mobil mewah lalu-lalang melewati area itu. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang kulihat di pinggir jalan.

Aku sangat menikmati satu Minggu ku di Jakarta.

Enam bulan berlalu, sudah waktunya lagi aku datang ke Jakarta. Kali ini aku menginap di sekitaran Jakarta Selatan dekat dengan kantor. Selain itu juga, sangat dekat dengan berbagai macam fasilitas transportasi umum, mulai dari KRL, MRT, bahkan kereta bandara juga sangat dekat. Ini pengalaman ku terdekat dengan kota kota modern di negara maju. Daerah sekitaran sini sangatlah bersih, rapi, dan aku tidak sama sekali menemukan orang yang tidur di pinggir jalan. Kontras yang sangat besar dari pengalamanku enam bulan yang lalu. Penginapanku pun jauh lebih nyaman, lebih bersih, terlebih lagi dengan pelayanan yang jauh lebih ramah dari pengalamanku sebelumnya. Tapi aku tetap saja sakit setelah pulang dari Jakarta.

Kemudian perusahaan tempatku bekerja kembali mengganti kebijakan dan aturan bekerja. Kali ini setiap kuartal kami harus datang ke Jakarta. Sangat berat bagiku, berhubung dengan kenaikan biaya penerbangan domestik, yang awalnya hanya 700 ribu sekarang berubah menjadi 1,5 juta. perubahan yang sangat besar bagiku. ketika ini pun aku sudah mengajukan pengunduran diri kepada manager ku. Tapi dengan beberapa negosiasi akhirnya aku masih tetap bekerja, dan 3 bulan kemudian aku datang lagi ke Jakarta. Kali ini selama 2 minggu. Aku mendapat penginapan yang cukup terjangkau di sekitaran bundaran HI. Pada saat itu aku merasakan ini merupakan pilihan yang baik, karena lokasi yang sepertinya sangat menjanjikan. Berada di pusat keramaian.

Setelah sampainya ku di Jakarta, aku bergegas mencari lokasi keberadaan penginapanku. Sangat tertegun melihat kemewahan areal sekitar. Orang-orang berpakaian mewah dan mobil mewah berlalu-lalang di sekitaran gedung-gedung dan mall-mall mewah. Aku terus berjalan mencari lokasi penginapanku. sedikit berada dibelakan mall besar aku berjalan melalui jalan yang sangat lengket yang sepertinya sangat kotor dan menjijikkan. Parit-parit besar yang busuk dan dipenuhi sampah, dan juga orang orang yang parkir di sepanjang jalan kecil. Begitu banyak yang kulihat memenuhi otak dan sarafku.

Ketika malam tiba, suasana menjadi semakin menjadi-jadi. Pedagang kaki lima membuka lapak mereka sampai. ke tengah jalan. Dipenuhi pengunjung yang membuang semua sampah mereka berserakan begitu saja dimana mereka makan. Entah mengapa tidak ada yang berinisiatif menyediakan tempat sampah? pedagang dan pengunjung sepertinya tak acuh dengan segala nya. Seperti tak ada rasa hormat terlebih lagi rasa cinta terhadap tempatnya hidup dan mencari penghidupan. Malam itu, aku menangis ketika kembali di penginapanku merenungi itu semua. Iya, sepertinya mereka tak peduli sama sekali.

Pengalam ini menjadi salah satu trigger ku untuk memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan.

Beberapa minggu kemudian perusahaan mengganti lagi aturan kerjanya agar kami datang setiap bulan. Ini yang paling ku tak mengerti. Karena selama ini sepertinya semua baik baik saja, pekerjaan kami selalu selesai. Kami selalu mencapai target. Ketika ditanya pun alasannya mengapa, mereka selalu hanya memberi jawaban diplomatis. Ya, akhirnya aku benar-benar resign kali ini. Hipotesis awalku, perusahaan ingin melakukan layoff secara halus agar citra perusahaan tetap baik, dan karyawan yang jauh akan dengan sukarela resign masal.

Hingga saat ini aku, aku sudah menganggur selama 3 bulan. Meski tidak sepenuhnya menganggur. Aku juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan freelance. Jujur, Aku sangat menikmati masa-masa menganggur ku ini. Aku bisa mengerjakan hal-hal yang ku suka tanpa memikirkan metrik-metrik yang harus ku kejar. seandainya uang bukan menjadi masalahnya, seandainya.

Dan beberapa hari yang lalu, aku mendengar berita layoff dari perusahaan. Oh? ternyata dugaanku benar. Tapi, dengan semua apa yang terjadi, aku sangat bersyukur mendapatkan kesempatan bekerja disini. Karena bekerja disini, aku bisa mengunjungi Jakarta, dan juga Yogyakarta. Aku pun bisa membeli laptop baru. Dan yang lebih besar lagi, aku bisa membeli kebun. Meskipun tidak begitu besar.